Guru Besar LIPI Tanggapi Usulan Tito Karnavian: KPK Mending Bubar Jika Dipimpin Jenderal Polisi

KONTENTERKINI.COM - Prof Syamsuddin Haris, Gurus Besar LIPI, mengatakan, KPK lebih baik bubar jika harus dipimpin oleh Jenderal Polisi. Usulan Kapolri Jenderal Tito Karnavian sangat membahayakan KPK.
Guru besar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Syamsuddin Haris menanggapi pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Syamsuddin Haris menentang wacana Jenderal Pol Tito Karnavian terkait jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar diserahkan kepada Polri.
Menurut Syamsuddin Haris, KPK lebih baik bubar ketimbang dipimpin Polri.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak sembilan perwira tinggi Polri mendaftarkan diri untuk mengikuti proses seleksi pimpinan KPK periode 2019-2023.
Saat ini, Panitia Seleksi Pimpinan KPK yang dipimpin Yenti Ganarsih sedang menjaring bakal calon pimpinan KPK dari berbagai elemen masyarakat.
Seperti dikutip Kompas.com Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menuturkan ada sembilan perwira Polri yang mendaftarkan diri secara sukarela.
"Semua daftar, mereka mendaftarkan diri," ungkap Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (20/6/2019).
Nama-nama tersebut tertuang dalam lampiran Surat Kapolri Nomor B/722/VI/KEP/2019/SSDM tertanggal 19 Juni 2019.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian pun berharap ada anggota Polri dalam jajaran komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) periode 2019-2023.
Menurutnya, tidak ada larangan bagi anggota Polri untuk mengikuti proses seleksi calon pimpinan KPK.
Dengan adanya anggota Polri sebagai komisioner, Tito berharap dapat membantu kerja KPK memberantas korupsi di seluruh daerah.
"Kita berharap saya sebagai pimpinan Polri ada unsur Polri di dalam komisioner KPK, kenapa, untuk kerja sama, karena KPK menurut saya akan sulit untuk menangani semua persoalan kasus korupsi atau pencegahan korupsi yang ada di seluruh Indonesia yang sangat luas ini," kata Tito.
Jenderal Tito Karnavian mengatakan itu saat ditemui di ruang Rupatama Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri), Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019).
Bahaya Pimpinan KPK Dari Polri
Namun menurut Haris, akan bahaya jika perwira tinggi Polri menjabat sebagai pimpinan KPK.
“Waduh kalo perwira tinggi Polri pimpin @KPK_RI, ya mendingan KPK bubar saja,” cuit Guru Besar Riset Bidang Politik itu dalam akun twitternya @sy_haris pada Rabu (26/6/2019).
Menurut Haris, tidak menutup kemungkinan jika Polri akan kendalikan KPK bila lembaga antirasuah tersebut dipimpin petinggi Polri.
“Saya kira pikiran Kapolri yang hendak kendalikan KPK ini berbahaya karena itu artinya KPK yang independen bubar jalan,” ujar Kepala Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI itu.
Oleh karenanya kata Haris, bila itu terjadi maka akan sangat menyedihkan untuk pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Jika benar, ini menyedihkan bagi upaya pemberantasan korupsi di RI,” tandasnya.
Waduh kalo perwira tinggi Polri pimpin @KPK_RI, ya mendingan KPK bubar saja. Saya kira pikiran Kapolri yg hendak kendalikan KPK ini berbahaya krn itu artinya KPK yg independen bubar jalan. Jika benar, ini menyedihkan bagi upaya pemberantasan korupsi di RI.https://t.co/8CFkpW3NsZ— Syamsuddin Haris (@sy_haris) 26 Juni 2019
Syamsuddin Haris khawatir sinergi Polri-KPK justru berubah menjadi kooptasi lembaga tersebut oleh kepolisian.
Saya kira perlu kehati2an Pansel @KPK_RI terkait keterlibatan perwira tinggi Polri dlm seleksi capim KPK. Jgn sampai tujuan sinergi KPK-Polri berujung kooptasi KPK oleh Polri. Tdk seriusnya Polri ungkap kasus Novel Baswedan tak akan hilang dari memori publik. Sekadar mengingatkan pic.twitter.com/qOuK7Y23kd— Syamsuddin Haris (@sy_haris) 14 Juni 2019
ICW Minta Polri Berkaca
Bukan hanya Haris, Indonesian Corruption Watch (ICW) juga tak sepakat jika petinggi Polri memimpin KPK.
Koordinator ICW Donal Fariz menilai akan ada konflik kepentingan bila Pimpinan KPK berasal dari perwira tinggi Polri.
"Belum lagi ada potensi conflict of interest-nya, ketika itu diisi Pimpinan KPK dari Polri," ujar Donal seperti dimuat Kompas.com Senin (24/6/2019).
Menurut Donal, Polri dan KPK harus berkaca pada kasus Aris Budiman (mantan Direktur Penyidikan) yang tiba-tiba mendatangi Panitia Angket bentukan DPR, padahal saat itu yang bersangkutan tidak mendapatkan izin dari Pimpinan KPK.
Selain itu ada Roland dan Harun (mantan Penyidik) yang diduga merusak barang bukti perkara korupsi yang sedang ditangani oleh KPK.
Tak hanya itu, Firli (Deputi Penindakan) diketahui bertemu dengan salah satu kepala daerah yang diduga terlibat dalam sebuah kasus yang sedang dalam tahap penyelidikan di lembaga anti rasuah itu.
Ia menambahkan, alasan KPK dibentuk justru karena kinerja penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan belum optimal dalam memberantas korupsi.
Karena itu ia menilai masuknya perwira tinggi Polri dalam jajarana Pimpinan KPK bertentangan dengan alasan tersebut.
Pesan Jokowi Kepada Pansel KPK
Presiden Joko Widodo menetapkan Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang Universitas Trisakti, Yenti Ganarsih, sebagai Ketua Pansel Calon Pimpinan KPK periode 2019-2023.
Dibentuknya Pansel itu diumumkan oleh pihak Istana Kepresidenan pada 17 Mei 2019.
Ini merupakan kedua kalinya Yenti terlibat di dalam Pansel KPK.
Sebelumnya, seperti diberitakan Kompas.com, Yenti Ganarsih, pernah menjadi anggota Pansel KPK periode 2015-2019.
"Saya ditelepon kira-kira tiga hari sebelum diputuskan. Dari Sekretariat Negara mengatakan, Ibu seandainya namanya jadi Pansel, ini baru diusulkan loh, jadi saya tahunya hanya diusulkan ya. Nah, bersedia apa tidak? Tapi ini buru-buru," ujar Yenti mengingat perbincangan di telepon itu.
Yenti sempat bingung mengapa pihak Istana terburu-buru.
Pada saat itu, Yenti menyatakan bersedia karena mengingat baru sebatas pada usulan.
Dia juga mau karena berpengalaman menjadi pansel empat tahun lalu.
Yenti juga menganggap harus ada keputusan cepat pada saat itu.
"Karena kan beberapa hari sebelumnya Presiden kan selalu ditekan, mana kok Panselnya belum dibuat, ini buru-buru loh, gitu kan. Saya sempat baca. Jadi saya juga ikut terburu-buru, iya, gitu aja," ungkap Yenti, Selasa (25/6/2019).
Yenti sempat lupa soal tawaran Istana tersebut.
Sampai pada waktu menjelang berbuka puasa pada 17 Mei 2019, ia mendapatkan banyak ucapan selamat di ponselnya karena terpilih sebagai Ketua Pansel KPK.
Yenti sempat tak percaya meski ada yang menunjukkan SK.
"Semua media dalam waktu setengah jam mungkin ada 70-an media yang ucapin selamat. Tapi karena zamannya hoaks, SK juga bisa dimanipulasi, saya bilang, ah saya belum dengar sendiri. Saya belum ditelepon lagi, saya bilang gitu," kata Yenti.
Kemudian, sekitar dua jam seusai berbuka puasa, ia mendapatkan informasi resmi bahwa dirinya memang ditunjuk sebagai Ketua Pansel KPK. Informasi itu kembali ia coba pastikan lagi ke Kantor Staf Presiden (KSP).
"Baru saya sekitar jam 8, setengah 9, lagi ramai-ramainya tarawih (kemudian dikonfirmasi), oh ya ini benar," ujar Yenti.
Yenti menceritakan, yang terlintas dalam benaknya saat itu, ini merupakan tanggung jawabnya yang kedua kali sebagai Pansel KPK.
"Ya pertama yang tebersit bahwa ini kan yang kedua kali ya, untuk KPK terutama. Dulu saya anggota sekarang ketua. Kan banyak Pansel, ada beberapa Pansel yang juga saya di sana (instansi lain).
Tapi ini kan beda sekali, kalau (Pansel) KPK kan beda sekali ya," papar Yenti.
Yenti mengaku antusias dengan kembali menjadi Pansel capim KPK, apalagi kini jabatannya adalah ketua.
Menurutnya, penugasan ini merupakan sebuah kehormatan. Ia pun mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan Presiden Jokowi.
"Pasti kan Presiden juga memilih dengan perhitungan, pertimbangan sendiri. Saya dipercaya, ya, Insya Allah saya bisa mengemban amanah dengan baik, gitu ya. Dan saya harus lebih semangat dan saya tahu tantangannya lebih berat dari yang lain," ujar dia.
Sumber : tribunnews
__________________
Ikuti kami di FANSPAGE, klik : facebook.com/KONTENTERKINI
0 Response to "Guru Besar LIPI Tanggapi Usulan Tito Karnavian: KPK Mending Bubar Jika Dipimpin Jenderal Polisi"
Posting Komentar