ads

Perlukah Tim Pencari Fakta (TPF) Pemilu?

190425123048-230
KONTENTERKINI.COM - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak mempersoalkan tuntutan sejumlah pihak untuk membentuk tim pencari fakta (TPF) pemilu. Anggota Bawaslu Rahmat Bagja bahkan mempersilakan TPF Pemilu dibentuk karena hal itu tidak dilarang.

"Silakan saja, silakan, mau pencari fakta, pencari kecurangan, pencari hal-hal yang lain, mau uploading C1, silakan," ujar Bagja ketika dikonfirmasi, Kamis (25/4).

Bagja menambahkan, TPF Pemilu nantinya bisa membantu tugas Bawaslu dalam menemukan dugaan pelanggaran dan kecurangan Pemilu 2019. Namun, ia mengingatkan, ruangan penghitungan dan rekapitulasi hasil pemilu terbatas sehingga tidak perlu memaksakan diri masuk.

"Alhamdulillah, ada yang bantu kita, tapi ingat ruangan terbatas, jangan memaksa masuk ruangan, ada saksi parpol yang harus dihormati," ungkapnya.

Proses rekapitulasi suara sendiri dilakukan secara berjenjang dan terbuka. Dalam proses tersebut, ada saksi parpol, pengawas pemilu, dan jajaran petugas KPU.

"Prosesnya harus bisa dilihat, proses penghitungan itu harus bisa dilihat, bukan di ruangan tertutup, tidak bisa dilihat, kemudian sembunyi-sembunyi, dikunci pintunya, ya enggak bisa begitu juga," katanya menambahkan.

Sebelumnya, usulan pembentukan TPF Pemilu dilontarkan Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar. Ia mengusulkan agar dibentuk suatu tim gabungan yang diisi komisi-komisi lembaga negara. Tugas komisi tersebut menelisik dugaan-dugaan kecurangan sepanjang tahapan Pemilu 2019.

Koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan, pihaknya membuka peluang membentuk tim pencari fakta adanya dugaan kecurangan Pemilu 2019.

"Salah satu yang disarankan membentuk TPF yang sudah disampaikan Haris Azhar kepada media. Teman-teman masyarakat sipil perlunya dibentuk tim pencari fakta kecurangan pemilu," kata Dahnil.

Ia mengatakan, Prabowo akan meminta pendapat banyak tokoh untuk mendengarkan masukan langkah-langkah selanjutnya yang akan diambil. Misalnya, dengan meminta masukan mantan panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan Dahlan Iskan.

Jumlah kesalahan

Koalisi masyarakat sipil yang ikut melakukan pemantauan rekapitulasi menemukan 591 kasus kesalahan pada Pemilu 2019. Pemantauan ini dilakukan sejak 21 hingga 24 April 2019. Ketua Kode Inisiatif, Very Junaidi, menyebut ada tiga sumber pemantauan.

Yakni, pemberitaan media, hasil pantauan lapangan dari Mata Rakyat, dan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR). Dari 563 temuan, ke-28-nya berasal dari pantauan pemberitaan media dan sisanya dari pantauan lapangan.

"Pelanggaran terbanyak C1 tertukar sampai 218 kasus. Tertukar itu antara C1 yang buat pilpres tertukar dengan buat pileg DPR, pileg DPD, pileg DPRD kabupaten/kota, atau sebaliknya," tutur Very, Kamis (25/4).

Kesalahan terbanyak kedua ialah salah input pada C1, yakni sebanyak 198 kasus. Dalam kasus ini data yang sudah benar malah gagal terinput dengan benar oleh petugas. Selanjutnya, koalisi masyarakat sipil juga menemukan form C1 tidak jelas atau buram atau terlipat sebanyak 106 kasus.

Kesalahan lain dalam proses rekapitulasi yaitu tidak ada form C1 sebanyak 117 kasus, C1 tanpa angka 6 kasus, hasil C1 dan C1 plano berbeda sebanyak 5 kasus. "Setelah ini ditemukan tinggal bagaimana penyelenggara menyikapi temuan. Ada data masuk dari crisis center yang dibangun, datanya terus berproses di lapangan dan media. Terus dimonitor," ujar Very.

Manajer Pengawasan JPPR Alwan Ola Riantoby menemukan panitia tak memiliki pengetahuan yang cukup saat menghitung suara. Dari pemantauan, JPPR menemukan adanya kertas C1 kosong dan hanya ditandatangani KPPS di sejumlah TPS. Padahal, kertas kosong C1 mestinya tidak bisa diterima oleh petugas KPPS.

Selain itu, pengetahuan pembukaan logistik suara masih minim. Alhasil, ada pembukaan yang dilakukan tanpa kehadiran saksi. "Pengetahuan penyelenggara itu perlu ditingkatkan. Mereka sulit membedakan suara sah yang harus dimasukkan ke partai atau caleg. Ini yang menyebabkan data dari TPS ke KPPS berbeda," kata Alwan.

Terpisah, sejumlah sekretaris jenderal parpol koalisi pengusung paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menggelar audiensi dengan komisioner KPU terkait kesalahan rekapitulasi. Mereka, antara lain, Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan, Priyo Budi Santoso dari Partai Berkarya, Ahmad Muzani (Partai Gerindra), Edy Soeparno (PAN), dan Mustafa Kamal (PKS).

"Kami berdiskusi soal berbagai macam kecurangan dan sisa waktu yang ada (untuk rekapitulasi). Kami harapkan berbagai macam kecurangan itu bisa diungkap," ujar Sekjen Gerindra Ahmad Muzani.

Salah satu yang ditekankan BPN terkait kesalahan memasukkan data hasil pindai formulir C1. BPN berharap KPU jujur mengawal suara rakyat. "Kami berharap KPU akan berlaku jujur berlaku, adil, transparan kepada setiap bentuk pilihan yang diberikan rakyat Indonesia karena itu bagian dari rakyat," Muzani menegaskan.

Sumber: republika

________________________________
Ikuti kami di TELEGRAM, klik : https://t.me/KONTENTERKINI | Ikuti kami di FANSPAGE, klik : facebook.com/KONTENTERKINI

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perlukah Tim Pencari Fakta (TPF) Pemilu?"

Posting Komentar